-::: SELAMAT DATANG DI SITUS DEWAN KESEHATAN RAKYAT BREBES :::-

TUMOR WAJAH

AFIFUDIN Penderita Tumor Wajah dari Songgom.

HIDROCEPALUS 1

DIANA NURAENI Penderita penyakit HIDROCEPALUS.

TANPA ANUS

ANTON REHAN Pasien menderita penyakit tanpa Anus.

HIDROCEPALUS 2

PUTRI AGIS LESTIA Penderita penyakit HIDROCEPALUS.

HIDROCEPALUS 3

JULIANA PRATAMA Penderita penyakit HIDROCEPALUS.

Rabu, 27 Mei 2015

Pengaduaan Dugaan Tindak Pidana Korupsi Anggaran Jamkesda


Evaluasi BPJS

Pemegang kartu BPJS (Badan Pelayanan Jaminan Sosial) ataupun Kartu Indonesia Sehat (KIS) memang sulit mendapatkan pelayanan kesehatan secara maksimal di rumah-rumah sakit. Karena BPJS yang mengelolanya tidak membayar penuh biaya pelayanan yang dilakukan oleh rumah-rumah sakit. KIS hanya bisa melayani rakyat secara penuh jika Presiden mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-undang (Perppu) BPJS. Hal ini ditegaskan oleh Sekjen Dewan Kesehatan Rakyat, Web Warouw kepada Bergelora.com di Jakarta, Selasa (5/5) menanggapi desakan Presiden Jokowi agar rumah sakit melayani pasien secara penuh. “Selama masih ada Undang-undang Sistim Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU BPJS, maka KIS tidak akan pernah bisa berjalan sesuai dengan harapan pak Jokowi dan rakyat Indonesia. KIS akhirnya jalan sesuai dengan perintah dua undang-undang itu,” ujarnya. Menurutnya, saat ini dibutuhkan Perppu BPJS yang besisikan pembebasan iuran dan biaya kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia. Semua pembiayaan kesehatan ditanggung sepenuhnya oleh negara lewat APBN. “KIS hanya bisa jalan jika Perppu BPJS sudah ada. Sehingga semua pasien terselamatkan, rumah sakit dan dokter bisa bekerja tenang tanpa memikirkan biaya,” tegasnya. UU SJSN dan UU BPJS memerintahkan dana BPJS diprioritaskan untuk investasi bisnis, makanya uang BPJS selalu kurang. Selain itu juga untuk membayar gaji tinggi pengelola BPJS dari nasional sampai daerah. Wajar kalau BPJS tidak bisa membayar full rumah sakit. Lah masak Presiden paksa rumah sakit. Apa pakai uangnya rumah sakit dan para dokter,” ujarnya. Ia menjelaskan bahwa dengan Undang-undang BPJS saat ini seluruh rakyat peserta BPJS dan semua rumah sakit dan dokter yang melayani BPJS menghadapi berbagai persoalan. “Kalau tidak segera diterbitkan Perppu maka sistim kesehatan nasional akan segera runtuh dan membahayakan seluruh rakyat, bangsa dan negara. Coba aja setahun lagi dibiarin,” ujarnya. Menurutnya, setiap orang yang saat ini berobat dirumah sakit, hanya akan dilayani apabila menunjukkan kartu BPJS. Kalau tidak memiliki kartu BPJS diarahkan untuk mengurus kartu BPJS. Pada waktu mendaftarkan diri ke BPJS, pasien diwajibkan untuk mendaftarkan seluruh anggota keluarga dan setiap orang memiliki rekening bank. Pembayaran iuran awal juga diwajibkan langsung membayar 6 bulan kedepan. “Masa aktivasi kartu BPJS juga hanya bisa dipakai setelah satu minggu terbit kartu. Dalam perawatan nanti baru ketahuan ternyata, tidak semua pelayanan ditanggung BPJS. Jadi walaupun sudah susah payah mendaftar, membayar iuran bulanan, namun pasien tetap harus punya uang untuk membayar co-sharing,” jelasnya. Oleh karena itu menurutnya, Presiden Joko Widodo jangan ragu-ragu lagi untuk segera mengeluarkan Perppu untuk mengatasi ancaman keruntuhan sistim kesehatan akibat BPJS. “Ini semua untuk menyelamatkan seluruh rakyat termasuk kaum buruh, PNS, dan prajurit Indonesia, menyelamatkan semua rumah sakit, dokter dan suster yang melayani dan menyelamatkan sistim kesehatan nasional yang sudah mau ambruk,” jelasnya.

Meningkatnya Kasus Demam Berdarah

Sehubungan dengan penetapan status Kondisi Luar Biasa (KLB) demam Berdarah yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan RI. Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) menyerukan agar masyarakat untuk lebih aktif lagi menjalankan Desa Siaga di seluruh Indonesia. Rakyat diminta untuk aktif menjaga kesehatan lingkungannya lewat desa-desa siaga. Hal ini ditegaskan oleh Pengurus Nasional DKR, Tutut Herlina kepada 
“Hanya dengan mengaktifkan RT, RW, Kelurahan dan Desa Siaga, rakyat dapat memerangi demam berdarah yang saat ini sedang mengganas ditengah musim penghujanan saat ini. Rakyat hanya bisa tertolong jika masyarakat aktif dalam desa siaga,” tegasnya.
Apabila ada gejala sakit demam berdarah ia meminta agar masyarakat yang tergabung dalam DKR dan Desa Siaga untuk segera membawa pasien ke puskesmas dan rumah sakit terdekat.
“Semua pelayanan harus gratis karena sudah ada BPJS kesehatan yang menjanjikan akan menkover semua pelayanan kesehantan,” tegas Tutut Herlina.

Ia menjelaskan dari tahun 2008 sampai saat ini Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) telah membangun dan mengaktifkan secara mandiri 65.100 desa siaga dari jumlah 76.613 desadi 497 Kabupaten dan kota di 33 propinsi diseluruh Indonesia. Sebanyak 400.025 relawan dan kader kesehatan aktif di DKR dan desa siaga di seluruh Indonesia.

Sementara itu dilaporkan kasus demam berdarah di Provinsi Jabar yaitu di Indramayu 32 kasus dengan 5 meninggal. Di Bogor 22 kasus dengan 2 meninggal. Di Provinsi Jateng  yaitu di Demak 73 kasus dengan 3 meninggal, Di Pekalongan 20 kasus dengan 2 meninggal. Di Klaten 79 kasus dengan 4 meninggal. Di Brebes 64 kasus dengan 7 meninggal. Di Tegal 39 kasus dengan 1 meninggal.
Di Provinsi Jawa Timur yaitu Jember 239 kasus dengan 6 meninggal. Sumenep 289 kasus dengan 3 meninggal. Di Jombang 136 kasus dengan 4 meninggal. Total kasus di Provinsi Jawa Timur 3.026 kasus dengan 51 meninggal.
Di Provinsi Kalsel yaitu Hulu Sungai Utara 29 kasus dengan 3 meninggal. Di Provinsi Sulawesi Utara yaitu Manado 79 kasus dengan 3 meninggal. Total kasus di Provinsi Sulawesi Utara 500 kasus dengan 3 meninggal.
Penularan DBD per tahun di Indonesia pada tahun 2012 sebanyak 90.245 kasus dengan 816 meninggal. Pada tahun 2013 sebanyak 112.511 kasus dengan 871 meninggal. Pada tahun 2014 sebanyak 71.668 kasus dengan 614 meninggal.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan Prof dr Tjandra Yoga Aditama SpP (K) , MARS, DTM&H, DTCE menjelaskan
kriteria penetapan terjadinya KLB adalah terjadinya peningkatan jumlah kasus sebanyak dua kali‎ atau lebih dibandingkan periode waktu yang sama sebelumnya.
Kriteria lain menurutnya adalah terdapat kasus penyakit menular di suatu daerah, yang tadinya di daerah itu tidak pernah ada kasus penyakit itu sebelumnya.
“Juga terjadi peningkatan kejadian penyakit secara terus menerus selama 3 kurun waktu ber-turut-turut. Terjadi peningkatan jumlah kematian secara berarti,”‎ jelasnya kepada Bergelora.com.
Ia menjelaskan, penetapan KLB dapat dilakukan oleh Kepala Daerah setempat‎. Harus pula ditentukan KLB dalam aspek tempat, waktu dan orangnya, supaya program penanggulangannya berjalan baik.
Ia juga menjelaskan bahwa perbedaan wabah dengan KLB adalah bahwa Wabah haruslah mencakup 4 hal  yaitu jumlah kasus yang besar, daerah yang luas, waktu yang lama dan dampak yang berat
Fase perjalanan penyakit demam berdarah menurutnya adalah Fase Demam,  Fase Kritis dan Fase konvalesens.
Ia mengingatkan 8 tanda bahwa terjadi kegawatan DBD adalah tidak ada perbaikan klinis, bahkan perburukan. Pasien muntah, tidak mau minum.  Nyeri perut hebat. Gelisah dan perubahan tingkah laku. Perdarahan meluas. Pusing dan merasa ingin jatuh. Pucat, tangan kaki dingin dan air kencing yang dikeluarkan kurang atau bahkan tidak ada.
Tujuh indikasi pasien boleh pulang dari perawatan di Rumah Sakit adalah Bebas demam 24 jam. Ada nafsu makan. Nadi dan pernapasan serta klinis membaik. Kencing menjadi normal. Sekitar 3 hari sembuh dari syok. Tidak gawat napas karena cairan di pleura paru, tidak asites. Trombosit sudah meningkat.